Ketika Jaka Bertemu Pasta
Aku meratapi matahari yang pancaran sinarnya sempat menusuk mataku, merasuk lewat jendela kaca disampingku. Baru beberapa saat yang lalu sosoknya menghadirkan kehangatan, kini memancarkan pesonanya, meminta untuk dipandang dan diperhatikan, dan kelak akan menghilang bila tiba saatnya. Aku berjumpa dengan sosok semacam ini, yang rimbanya kini entah berada dimana. Aku mengeluh dalam peluh, sisa semalam yang belum habis karena merindunya. Kugosokkan kain lap pada meja-meja yang nantinya akan ditumpahi tetesan-tetesan kopi atau serbuk abu rokok oleh para pelanggan, pembantaian pada para pengukir yang karyanya dicurahkan untuk meja di warung kopi ini. Selama berbulan-bulan, kegiatan membersihkan campuran debu, abu, dan kopi menjadi hal yang kutunggu karena sosoknya yang menungguku di meja nomor 23 dengan senyumnya di balik laptop yang memamerkan gigi putihnya. Mungkinkah dia di negeri seberang sana, mencari ilmu yang katanya tak akan didapatkan disini? “Jaka, suatu hari nanti, aku ...