Aphrodite dan Wanita Lainnya
Langkahnya terbilang cepat dan mantab. Dari balik meja kopi aku memandangnya dan sedikit merasa gelisah. Bagaimanapun juga, secara tidak langsung, ia menjadi korban kami. Dalam beberapa langkah, Ia sudah berada di hadapanku. “Rumi?”, tanyanya. Setelah kuanggukkan kepalaku, Ia langsung menjatuhkan beban tubuhnya pada kursi di hadapanku. Wajahnya yang tak bernoda sedikitpun, menunjukkan wanita kelas atas yang terbiasa hidup tanpa kerja keras. Rambutnya tergulai lemas di bahunya, dengan kacamata yang menampilkan kecerdasan di balik kepalanya. Ia lulusan sebuah universitas di London, seingatku. “Aku Paris.”, ujarnya. Tentu saja aku tahu. Ini yang kedua kalinya ia memperkenalkan diri. “Kamu tahu maksudku mengajakmu bicara?”, tanyanya. “Aku tidak tahu keseluruhannya. Namun nampaknya aku dapat menebak. Mengenai Rendra?” “Tepat! Apa kau pikir, aku tidak akan mengetahui hubungan kalian?”, tegasnya. Aku tersenyum, nampaknya membuat wanita berparas anggun di hadapanku sem...