Pisah Kamar Sejak Bayi

Sejak mengandung Mas Bhas, aku sendiri yang merencanakan dan memutuskan hal-hal kecil seperti pemilihan popok sampai ke hal besar seperti kamar.

Sedari melahirkan, sampai sebelum pindah ke Erbil-Kurdistan, kami memang masih tinggal di ruko (rumah - toko). Dan karena hanya ada 1 kamar (yang dibuat sendiri menggunakan papan pembatas) di dalam ruko, jadi kami memilih crib/cot/box bayi untuk tempat tidur Mas Bhas.

Pemilihan crib sendiri pun membutuhkan waktu yang tidak sebentar, dengan beberapa pertimbangan.
1. Crib dari kayu rasanya lebih kokoh walaupun lebih mahal. Ukurannya pun cenderung lebih besar.
2. Crib kain lebih ringkas dan murah. Tapi sepertinya hanya bertahan sampai 2 tahun.

Pertimbangan lain, yakni tempat penempatan kerja Mas Tom yang masih nomaden. Saat itu, Mas Tom masih bekerja di Bangladesh yang bukan merupakan family post, alias kurangnya lingkungan dan fasilitas memadai untuk keluarga (apalagi keluarga baru dengan usia bayi kurang dari 1 tahun). Maka dari itu, aku memutuskan untuk mencari semua perabotan bayi yang travel pack, alias gampang di bawa kemana-mana.

Ke sawah tidak berlubuk, ke ladang tidak berarang. Tiba-tiba para orang tua murid berikhtiar untuk memberikan crib sebagai hadiah. Bahkan crib yang diberikan pun, sesuai dengan yang udah aku rencanakan, yaitu travel packed crib. Alhasil, sejak lahir Mas Bhas punya space sendiri untuk tidur. 

Karena aku selalu mementingkan personal space, menurut aku setiap orang, besar atau kecil, tua atau muda, harus punya space dimana dia merasa nyaman. Dan aku menerapkan itu untuk Mas Bhas. Jadi kalau main, minum susu, dan kunjungan-kunjungan, dia biasa ke kasur besar atau tempat lain. Tapi selama tidur, dia akan aku pindahkan ke crib. Pokoknya, DO NOT DISTURB selama dia di crib. Meskipun saat bayi, dia juga sering ketiduran di kasur besar.
Akhirnya Mas Tom pindah kerja ke Erbil, Kurdistan-Iraq, waktu Mas Bhas umur 6 bulan. Dan setelah Mas Bhas 8 bulan, kita semua ikut pindah. Crib kesayangan, pastinya dibawa juga! Nangkring persis di sebelah kasur Mama. 

Di Erbil, apartment yang kita dapat kebetulan punya 2 kamar tidur, jadi Mas Bhas juga punya jatah kamar. Nah, setelah kira-kira 1 minggu adaptasi dengan suasana baru, crib Mas Bhas aku pindahin ke kamar yang baru. 

Keputusan untuk mindahin kamar Mas Bhas pun, ada pertimbangan sebelumnya.
1. Mas Bhas ternyata lebih mirip Mas Tom kalau tidur. Denger berisik sedikit, langsung terganggu tidurnya. Padahal aktivitas-aktivitas kita lebih sering setelah dia tidur. Dengan dia di dalam kamarnya sendiri, kita sebagai orang tua pun bebas beraktivitas.
2. Personal space yang Mas Bhas punya jadi lebih meningkat. Dari yang dulunya di dalam crib, jadi di dalam kamar.
3. Karena terhalang tembok, kita takut untuk nggak denger saat dia nangis minta susu atau ganti popok.

Baaanyyaaaak banget yang bilang "Iya, suaminya bule sih. Jadi pisah kamar."

Padahal nggak sama sekali. Awal-awal pisah kamarpun, Mas Tom yang paling khawatir. Bahkan ketika Mas Bhas nangis, Mas Tom yang lebih sering bangun duluan. hehe
Kembali lagi, mungkin karena Mas Tom lebih cepet ngerasa terganggu kalau ada berisik saat dia tidur.

Meskipun masih sering ngintip-ngintip waktu Mas Bhas lagi tidur di kamar, tapi sejak pisah kamar, waktu tidur Mas Bhas jadi lebih teratur. Dan dengan waktu tidur yang teratur, semua aktivitas bisa dengan mudah aku jadwalkan. Misalnya saat kita ada acara keluar malam, kita bisa panggil baby sitter untuk nemenin Mas Bhas di jam tidurnya. Dan pulang sebelum jadwal Mas Bhas bangun karena minta susu atau ganti popok.

Jujur, disini aku ngerasa keputusan aku untuk pisah kamar sama Mas Bhas, tepat banget!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bahasa Ibu-nya Mas Bhas?

No Boss in the House

Lucunya Idonesiaku