No Boss in the House
Seperti yang ada di judul, nggak ada 'Bos' di rumah.
Kita menjunjung tinggi equality atau persamaan derajat di mana saja, termasuk di dalam rumah tangga.
Masa-masa paling berat adalah masa dimana aku baru pindah ke Erbil dan nggak kerja.
Yang aku rasain, campur aduk!
1. Nggak kerja = ibu rumah tangga.
2. Ngurus anak = kewajiban aku.
3. Rumah bersih = tugas aku.
4. Masak (setidaknya makan malam) = wajib mateng sebelum suami pulang kerja
Saat itu, aku malah stress banget! Ngerasa capek setiap hari, kerjaan nggak pernah kelar, mengeluh setiap saat. Aku ngerasa kayak bukan "aku".
Sampai suatu pagi waktu Mas Tom lagi nyuci piring, aku bilang "That's my job." ("Itu kerjaan aku")
Dan dia intinya bilang, sambil ngeyakinin kalau kerjaan rumah itu bukan kerjaan satu orang.
Karena rumah bersama, jadi yang ngerawatpun, ya bersama!
Ditambah, Mas Tom nggak mau kalau sampe Mas Bhas keseringan liat aku ngerjain pekerjaan rumah, dan ngerasa tugas rumah itu kerjaan 'cewek'.
BIG no no!!
Saat itu juga, aku ngerasa Mas Tom is The Best Husband in The World!
Argumen yang dia bilang pun terasa tepat banget.
Beberapa bulan kemudian, yang sebaliknya terjadi.
Kontrak kerja Mas Tom tidak diperpanjang, tapi aku masih punya kontrak ngajar di Erbil.
Jadi untuk sementara, kita menetap di Erbil dengan gaji guru yang pas-pasan.
Tapi bukan berarti Mas Tom bertugas untuk ngerbersihin rumah dan masak, hanya karena dia belum bekerja.
So....
Kita tetep punya tanggung jawab masing-masing, kesadaran masing-masing, dan toleransi.
Ditambah, Mas Bhas juga udah mulai rajin beres-beres rumah.
Jadi prinsip "nggak ada BOSS di rumah" memang menguntungkan semua pihak dalam semua kondisi.
Komentar
Posting Komentar